SEKOLAH TINGGI KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NASIONAL KABUPATEN PADANG PARIAMAN
PRODI PENDIDIKAN GURU SD
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 3
BAB 1
PRODI PENDIDIKAN GURU SD
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 3
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk
apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial,
nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan
istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki
perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial,
dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua
atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat
dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya
adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke
dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur
kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah konflik adalah
melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan lama.
Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979
dalam Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan
perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah
untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini
juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui dengan wilayah dan
budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia yang
berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Agar
penulis tidak menyimpang jauh dari materi yang dibahas, maka penulis ingin
menyusun makalah ini secara sistematis. Dalam hal ini penulis ingin membahas
mengenai integrasi nasional. Agar masyarakat khusunya pelajar maupun mahasiswa
dapat mengetahui betapa pentingnya integrasi nasional bagi bangsa indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian
Integrasi Nasional ?
2. Apa Pentingnya
Integrasi Nasional ?
3. Apa Maksud dari
Pluralitas Masyarakat Indonesia ?
4. Bagaimana Mewujudkan
Integrasi Nasional di Indonesia ?
C.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Pengertian
Integrasi Nasional.
2. Mengetahui Pentingnya Integrasi
Nasional.
3. Mengetahui Maksud dari
Pluralitas Masyarakat Indonesia.
4. Mengetahui Mewujudkan
Integrasi Nasional di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Integrasi Nasional
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi
sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi
sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan
tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata
sosial.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan
istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki
perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial,
dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua
atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka
yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem
kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran),
dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada
dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara
penanggulangan masalah konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari
unsur - unsur kebudayaan baru dan lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi
Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam Danandjaja, 1999).
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan
perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian
dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan
bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi
hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah
untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini
juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru.
Integrasi nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu
bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya (saafroedin bahar, 1998).
“mengintegrasikan berarti membuat atau menyempurnakan dengan jalan
terpusah-pisah. Menurut howard wrigins (1996), integrasi berarti penyatuan
bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang
lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak menjadi suatu
bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa dilihatnya sebagai peralihan dari
banyak masyarakat kecil menjadi suatu masyarakat yang besar.
Tentang integrasi, Myron Weiner (1971) memberikan lima definisi
mengenai integrasi yaitu :
1. Integrasi menunjuk
pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam suatu wilayah
dan proses pembentukan identitas nasional, membangun rasa kebangsaan dengan
cara menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang yang lebih sempit.
2. Integrasi menunjuk
pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat diatas unit-unit
sosial yang lebih kecil yang betanggotakan kelompok-kelompok sosial budaya
masyarakat tertentu.
3. Integrasi
menunjuk pada masalah menghubungkan antara pemerintah dengan yang diperintah.
Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit
dan massa.
4. Integrasi menunjuk
pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam
memelihara tertib sosial.
5. Integrasi menunjuk
pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai
tujuan bersama.
Sejalan dengan definisi tersebut, myron weiner membedakan lima
tipe integrasi nasional, integrasi wilayah, integrasi nilai, integrasi elit
massa, dan integrasi tingkah laku (tindakan integratif). Integrasi merupakan
upaya menyatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu
bangsa.
Howard Wriggins (1996) menyebut adanya pendekatan atau cara
bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima
pendekatan yang selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat
integrasi suatu bangsa yaitu :
1. Adanya ancaman dari
luar
2. Gaya politik
kepemimpinan
3. Kekuatan
lembaga-lembaga politik
4. Ideologi nasional
5. Kesempatan pembangunan
ekonomi
Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat
dapat terintegrasi apabila :
1. Masyarakat dapat
menentukan dan menyepapakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan
rujukan bersama,
2. Masyarakat terhimpun
dalam unit sosial sekaligus memiliki “croos
cutting loyality”
3. Masyarakat berada
saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
B.
Pentingnya Integrasi Nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi
setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan
bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang
diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh
pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik
kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti
perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang
berkepanjangan. Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh
negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik
tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya
akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak
mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi
integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan
kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai
tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya
perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan
agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi
konflik, terlebih apabila perbedaan-pebedaan itu tidak dikelola dan disikapi
dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisi integrasi masyarakat
merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan
negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam
mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan
nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
bersangkutan.
Sejarah
indonesia adalah sejarah yang merupakan proses dari bersatunya suku-suku bangsa
menjadi sebuah bangsa. Ada semacam proses konvergensi, baik yang desengaja
maupun tidak disengaja, ke arah menyatunya suku-suku tersebut menjadi satu
kesatuan negara dan bangsa. (sumartana dkk, 2001:100)
C.
Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang
menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk
bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air
di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut,
menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak
pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau
konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD
1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan
bahasa Indonesia.
D.
Faktor-Faktor Penghambat Integrasi Nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia
yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan
masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan
sebagainya.
2. Wilayah negara yang
begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
3. Besarnya kemungkinan
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan
dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya
ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan,
demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham
“etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan
kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
E.
Contoh Wujud Integrasi Nasional, antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh Pemerintah Republik Indonesia yang
diresmikan pada tahun 1976. Di kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat
anjungan dari semua propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap
anjungan menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi
itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.
2. Sikap toleransi
antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda dengan teman, tetangga atau
saudara, kita harus saling menghormati.
3. Sikap menghargai dan
merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain, bahkan mau mempelajari budaya
daerah lain, misalnya masyarakat Jawa atau Sumatra, belajar menari legong yang
merupakan salah satu tarian adat Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di
Indonesia, di dalam komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan
tempat ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk
agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk agama
Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa waktu itu agama
resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.
F.
Contoh - Contoh Pendorong Integrasi Nasional :
1. Adanya rasa keinginan
untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju dan tangguh di masa yang akan
dating,
2. Rasa cinta tanah air
terhadap bangsa Indonesia,
3. Adanya rasa untuk
tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari kemerdekaan itu adalah hal
yang sangat sulit.
4. Adanya sikap
kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi pertentangan pihak ini
lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan bangsa.
5. Adanya rasa senasib
dan sepenanggungan,
6. Adanya rasa dan
keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi terciptanya
kedamaian
G.
Bentuk Integrasi Nasional sebagai berikut :
1. Asimilasi, yaitu
pembauran kebudayaan yang disertai ciri khas kebudayaan asli.
2. Akulturasi, yaitu penerimaan
sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli
H.
Pluralitas Masyarakat Indonesia
Kenyataan bahawa masyarakat indonesia merupakan suatu hal yang
sudah sama-sama dimengerti. Dengan meminjam istilah yang digunakan oleh
clifford geertz, masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang
terbagi-bagi kedalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri,
dalam mana masing-masing sub sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang
bersifat primordial. (geertz,1963: 105 dst). Apa yang dikatakan sebagai ikatan
primordial disini adalah ikatan yang muncul dari perasaan yang lahir dari apa
yang ada dalam kehidupan sosial, yang sebagian besar berasal dari hubungan
kelurga, ikatan kesukuan tertentu, keangootaan dalam keagamaan tertentu, yang
membawakan ikatan yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut pierre L. Van den berghe masyarakat majemuk
memiliki karakteristik (nasikun, 1993:33) :
1. Terjadinya segementasi
kedalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki sub-kebudayaan yang
berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur
sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer,
3. Kurang mengembangkan
konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar,
4. Secara relatif
seringkali mengalami konflik diantara kelompom yang satu dengan yang lainnya,
5. Secara relatif
integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan
dalam bidang ekonomi,
6. Adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Walaupun karakteristik masyarakat majemuk sebagaimana
dikemukakan olehn pierre L. Van berghe sebagaimana diatas tidak sepenuhnya
mewakili kenyataan yang ada dalam mayarakat dalam masyarakat indonesia, akan
tetapi pendapat tersebut setidak-tidaknya dapat digunakan sebagai acuan
berfikir dalam menganalisis keadaan masyarakat indonesia.
Struktur masyarakat indonesia ditandai oleh dua cirinya yang
unik. Secara horizontal masyarakat indonesia ditandai oleh kenyataan adanya
kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan
agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal struktur
masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara
lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. (nasikun, 1993:28).
Dalam dimensi horizontal kemajemukan masyarakat indonesia dapat
dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa seperti suku bangsa jawa, suku
bangsa sunda, suku bangsa batak, suku bangsa minangkabau, suku bangsa dayak,
dll. Tentang berapa jumlah suku bangsa yang ada di indonesia, ternyata terdapat
perbedaan yang cukup signifikan diantara para ahli tentang indonesia. Hildred
geertz misalnya menyebutkan adanya lebih dari 300 suku bangsa di indonesia
dengan bahasa dan identitas kulturalnya masing-masing. Sedangkan skinner
menyebutkan lebih dari 35 suku bangsa di indonesia dengan bahasa dan adat
istiadat yang berbeda satu sama lain. Perbedaan yang mencolok dari jumlah suku
bangsa yang disebutkan oleh masing-masing, dapat dikatakan bahwa masyarakat
indonesia adalah masyarakat yang majemuk.
Suku-suku bangsa ini biasa dinamakan bangsa, seperti bangsa
melayu, bangsa jawa, bangsa bugius dan sebagainya. Masing-masing suku bangsa
memiliki wilayah kediaman sendiri, daerah tempat kediaman nenek moyang suku
bangsa yang bersangkutan yang pada umumnya dinyatakan melalui mitos yang
meriwayatkan asal-usul suku bangsa yang bersangkutan. Anggota masing-masing
suku bangsa cenderung memiliki identitas tersendiri sebagai anggota suku bangsa
yang bersangkutan, sehingga dalam keadaan tertentu mereka mewujudkan rasa
setiakawan, solidaritas dengan sesama suku bangsa asal. (bachtiar, 1992: 12).
Berkaitan erat dengan keragaman suku sebagaimana dikemukakan
diatas adalah keragaman adat istiadat, budaya, dan bahasa daerah. Setiap suku
bangsa yang ada di indonesia masing-masing memiliki adat istiadat, budaya, dan
bahasanya yang berbeda satu sama lain, yang sekarang dikenal sebagai adat
istiadat, budaya, dan bahasa daerah. Kebudayaan suku selain terdiri atas
nilai-nilai dan aturan-aturan tertentu, juga terdiri atas
kepercayaan-kepercayaan tertentu, pengetahuan tertentu, serta sastra dan seni
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa
sebanyak suku bangsa yang ada di indonesia, setidak-tidaknya sebanyak itu pula
dapat dijumpai keragaman adat istiadat, budaya serta bahasa daerah indonesia.
Disamping suku-suku bangsa tersebut, yang bisa dikatakan sebagai
suku bangsa asli, di indonesia juga terdapat kelompok-kelompok warga mayarakat
yang lain yang sering dikatakan sebagai warga peranakan. Mereka itu seperti
warga cina, arab, dan india. Kelompok warga masyarakat tersebut juga memiliki
kebudayaanya sendiri, yang tidak mesti sama dengan budaya suku-suku alsi di
indonesia, sehingga muncul budaya orang-orang china, budaya orang-orang arab,
budaya orang-orang india. Dan lain-lain. Kadang-kadang mereka juga menampakkan
diri dalam kesatuan tempat tinggal, sehingga dikota-kota besar di indonesia
dijumpai adanya sebutan kampung pecinan, kampung arab, dan lain-lain.
Keberagaman suku bangsa di indonesia sebagaimana diuraikan
diatas terutama disebabkan oleh keadaan geografis indonesia yang merupakan
negara kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak dan letaknya yang
saling berjauhan. Dalam kondisi yang demikian nenek moyang bangsa indonesia
yang kira-kira 2000 tahun SM secara bergelombang datang dari daerah yang
sekarang dikenal sebagai daerah tiongkok selatan, mereka harus tinggal menetap
di daerah yang terpisah satu sama lain. Karena ionisasi geografis antara satu
pulau dengan pulau yang lain, mengakibatkan masing-masing penghuni pulau itu
dalam waktu yang cukup lama mengembangkan kebudayaannya sendiri-sendiri
terpisah satu sama lain. Disitulah secara perlahan-lahan identitas kesukuan itu
terbentuk, atas keyakinan bahwa mereka masing-masing berasal dari satu nenek
moyang, dan memiliki kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan suku yang lain.
I.
Integrasi Nasional Indonesia
1. Dimensi Integrasi
Nasional
Integrasi nasional
dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Dimensi vertikal dari integrasi adalah dimensi yang berkenaan dengan upaya
menyatukan persepsi, keinginan, dan harapan yang ada antara elite dan massa
atau antara pemerintah dan rakyat. Jadi integrasi vertikal merupakan upaya
mewujudkan integrasi dengan menjebatani perbedaan-perbedaan antara pemerintah
dan rakyat. Integrasi nasional dalam dimensi yang demikian biasa disebut dengan
integrasi politik. Sedangkan dimensi horisontal dari integrasi adalah dimensi
yang berkenaan dengan upaya mewujudkan persatuan di antara perbedaan-perbedaan
yang ada dalam masyarakat itu sendiri, baik perbedaan wilayah tempat tinggal,
perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Jadi integrasi horisontal merupakan upaya mewujudkan integrasi dengan
menjembatani perbedaan antar kelompok dalam masyarakat. Integrasi nasional
dalam dimensi ini biasa disebut dengan integrasi teritorial.
Pengertian integrasi
nasional mencakup dimensi vertikal maupun dimensi horizontal. Dengan demikian
persoalan integrasi nasional menyangkut keserasian hubungan antara pemerintah
dan rakyat, serta keserasian hubungan di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat dengan latar belakang perbedaan di dalamnya. Dalam upaya mewujudkan integrasi
nasional indonesia, tantangan yang di hadapi datang dari keduanya. Dalam
dimensi horizontal tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal
yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam
dimensi vertikal tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite
dan massa, dimana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan
kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah
yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah
berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga memberikan kesan bahwa dalam kasus
indonesia dimensi horizontal lebih menonjol dari pada dimensi vertikalnya.
(Sjamsuddin, 1989:11).
Tantangan integrasi
nasional tersebut lebih menonjol ke permukaan setelah memasuki era reformasi
tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan
melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era
reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi yang telah banyak
disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak
seenaknya sendiri, tindakan mana kemudian memunculkan adanya gesekan-gesekan
antar kelompok dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan
antar kelompok. Bersamaaan dengan itu demontrasi menentang kebijakan pemerintah
juga banyak terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh
tindakan-tindakan anarkis.
Keinginan yang kuat
dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap
pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan
pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya
kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak atau kurang
sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar
warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya
integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang melayani dan
memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan
pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga
masyarakat.
Sedangkan jalinan
hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaaan yang ada satu
sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal.
Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang
perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk
terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan
solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu
upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.
2. Mewujudkan integrasi
nasional Indonesia
Salah satu persoalan
yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia dalam mewujudkan
integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat
goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah
hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan
kebiasaan. (geertz, dalam : sudarsono, 1982: 5-7).
Di era globalisasi,
tantangan itu bertambah oleh adanya tarikan global dimana keberadaan negara dan
bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntunan dan kecenderungan
global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus,
yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan
batas-batas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan
menguatnya ikatan-ikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau
kedaerahan. Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami
tantangan yang semakin berat.
Namun demikian harus
tetap diyakini bahwa nasionalisme sebagai karakter bangsa tetap diperlukan di
era indonesia merdeka sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensi, sekaligus
mewujudkan taraf peradaban yang luhur, kekuatan yang tangguh, dan mencapai
negara-bangsa yang besar. Nasionalisme sebagai karakter semakin diperlukan
dalam menjaga harkat dan martabat bangsa di era globalisasi karena gelombang
“peradaban kesejagatan” ditandai oleh semakin kaburnya batas-batas teritorial
negara akibat gempuran informasi dan komunikasi. (budimansyah dan suryadi,
2008:164).
Dengan kondisi
masyarakat indonesia yang diwarnai oleh berbagai keanekaragaman, harus disadari
bahwa masyarakat indonesia menyimpan potensi konflik yang sangat besar, baik
konflik yang bersifat vertikal maupun bersifat horizontal. Dalam dimensi
vertikal, sepanjang sejarah sejak proklamasi indonesia hampir tidak pernah
lepas dari gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri. Sedangkan
dalam dimensi horizontal, sering pula dijumpai adanya gejolak atau pertentangan
diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat, baik konflik yang bernuansa ras,
kesukuan, keagamaan, atau antar golongan. Disamping itu juga konflik yang
bernuansa kecemburuan sosial.
Dalam skala nasional,
kasus aceh, papua, ambon, merupakan konflik yang bersifat vertikal dengan
target untuk memisahkan diri dari negara republik indonesia. Kasus-kasus
tersebut dapat dilihat sebagai konflik antara masyarakat daerah dengan otoritas
kekuasaan yang ada di pusat. Disamping masuknya kepentingan-kepentingan
tertentu dari masyarakat yang ada di daerah, munculnya konflik tersebut
merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang
diberlakukan di daerah. Kebijakan pemerintah pusat dianggap memunculkan
kesenjangan antar daerah, sehingga ada daerah-daerah tertentu yang sangat maju
pembangunannya, sementara ada daerah-daerah yang masih terbelakang. Dalam
hubungan ini isu dikhotomi jawa dan luar jawa sangat menonjol, dimana jawa
dianggap mempresentasikan pusat kekuasaan yang kondisinya sangat maju,
sementara hanya daerah-daerah di luar jawa yang merasa menyumbangkan pendapatan
yang besar pada negara, kondisinya masih terbelakang. Dengan mengacu pada
faktor-faktor terjadinya konflik kedaerahan sebagaimana disebutkan diatas,
konflik kedaerahan di indonesia terkait secara akumulatif dengan berbagai
faktor tersebut.
Sejak awal berdirinya
negara indonesia, para pendiri negara menghendaki persatuan di negara ini
diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di dalamnya. Artinya bahwa
upaya mewujudkan integrasi nasional indonesia dilakukan dengan tetap memberi
kesempatan kepada unsur-unsur perbedaan yang ada untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara bersama-sama. Proses pengesahan pembukaan UUD 1945 oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 yang bahannya diambil dari naskah piagam jakarta,
dan didalamnya terdapat rumusan dasar-dasar negara pancasila, menunjukkan pada
kjita betapa tokoh-tokoh pendiri negara (the founding fathers) pada waaktu itu
menghargai perbedaan-perbadaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat
indonesia. Para pendiri negara rela mengesampingkan persoalan
perbedaan-perbedaan yang ada demi membangun sebuah negara yang dapat melindungi
seluruh rakyat indonesia.
Sejalan dengan itu
dipakailah semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu adanya. Semboyan tersebut sama maknanya dengan istilah “unity in diversity”, yang artinya
bersatu dalam keanekaragaman, sebuah ungkapan yang menggambarkan cara
menyatukan secara demokratis suatu masyarakat yang didalamnya diwarnai oleh
adanya berbagai perbedaan. Dengan semboyan bhineka tunggal ika tersebut segala
perbedaan dalam masyarakat ditanggapi bukan sebagai keadaan yang menghambat
persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan sebagai kekayaan budaya yang dapat
dijadikan sumber pengayaan kebudayaan nasional kita.
Untuk terwujudnya
masyarakat yang menggambarkan semboyan bhineka tunggal ika, diperlukan
pandangan atau wawasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah pandangan
bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan
kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat
sebagaimana kebudayaan lainnya. (baidhawy. 2005:5). Perwujudan dari multikulturalisme
adalah kesediaan orang-orang dari kebudayaan yang beragam untuk hidup
berdampingan secara damai. Disini diperlukan sikap hidup yang memandang
perbedaan di antara anggota masyarakat sebagai kenyataan wajar dan tidak
menjadikan perbedaan tersebut sebagai alasan untuk berkonflik. Disamping itu
perlu memandang kebudayaan orang lain dari perspektif pemilik kebudayaan yang
bersangkutan, dan bukan memandang kebudayaan orang lain dari perspektif dirinya
sendiri. Oleh karena itu multikulturalisme menekankan pentingnya belajar
tentang kebudayaan-kebudayaan lain dan mencoba memahaminya secara penuh dan
empatik sehingga dapat menghargai kebudayaan-kebudayaan lain disamping
kebudayaannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan.Integrasi nasional adalah usaha dan proses
mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga
terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional. Seperti yang kita
ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan
ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa
karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau
mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain
menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang
baru.
B.
Saran
Integrasi
nasional sangat diperlukan oleh negara indonesia karena dari integrasi nasional
dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di indonesia, sehingga tidak
adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun
indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap indonesia
adalah negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara
indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar